Cerita malam dari Bukit Bintang
“ Ternyata tak perlu ke sudut dunia
untuk melihat bintang
Karena bintang ada disudut hati kita
dan di senyum setiap orang disekitar kita.
ingatlah bahwa bintang bukan hanya sesuatu yang bersinar
tapi juga sesuatu yang menghangatkan “
Tiga bulan sudah aku berada di Bandung, Bandung kota yang dulu hanya bisa lihat dari layar kaca tv, kini ia sudah terpijak dengan harapan mengukir impian yang lama kugantungkan tinggi di ujung sana ,terpikul harapan orang tua , teman sahaja, dan guru tercinta. Banyak sudah cerita yang tersurat , cerita yang nantinya menjadi kenangan masa muda yang mungkin tak terlupakan, sebelum maut memanggil , ingin rasanya memilki jiwa muda yang ingin menaklukan dunia dengan ilmu, bulan pertama di bandung disambut hangatnya bulan Ramadhan , untuk pertama kalinya aku merasa begitu jauh dari rumah , bandung terasa hanya selebar 4x5 meter saja, berbuka maupun sahur sendiri, teringat masakan emak , hmm..... tercium sampai disni, untuk kali pertama juga hari fitri harus kulalui dengan berbisik pada angin dengan harapan tersampaikan salam tetes air mata kerinduan dari anak buat ibunda dan ayahanda yang tak ksempat kucium kakinya dihari nan fitri.
Setelah Ramadhan berlalu, masa kuliah tiba, disinilah perjalanan dimulai, perjalanan yang tak pernah terbayang sebelumnya, baru beberapa hari kuliah tuhan mungkin kasihan pada ku, ia kirim tentara malaikat yang menemani dan menghibur kesendirianku , malaikat yang membantu dan mewarnai perjalanan hidup seorang anak manusia , satu persatu tempat dibandung pun kujalani , dalam waktu singkat, aku mulai tahu sedikit tentang kota Kenangan ini, glamour dan memikat, kota yang diformat sedemikian rupa menjadi surganya para penggila belanja, surganya muda-mudi yang ingin merasakan cinta di kota Paris van java , C-walk, Puluhan factory outlate , trans studio, sajian alam lembang, semua dan semua tentang dunia fana yang dibalut janjian manis indahnya dunia . Hembusan angin malam menari-nari di tulang sumsumku, rajutan hangat jaket tak bisa menahan angkuhnya angin malam , seolah tak puas dzat penguasa hati menegurku melalui Nyanyian para pengamen jalanan muda menjadi ringtone dzikir alam yang menemniku dipuncak ini , semua alam turut menghiburku , kesendirian ku dalam keramaian begitu sempurna , alunan petikan gitar begitu syahdu bahkan bibir ini kaku untuk mengucap kebesaran-Mu atas dzikir alam yang dibalut kelamnya malam.
“Teriring salam hangat buat Dzat penguasa
penguasa hati kerinduan
penguasa hati balutan cinta
tertutur bait-bait doa dari hamba yang masih hina.”
Malas rasanya mengakhiri jamuan alam malam ini, jamuan hamparan bintang malam yang terpapar di puncak ini , suatu tempat disudut kota Bandung , menjadi cerita tersendiri , cerita naifnya anak manusia yang memuja kebesaran tuhannya, tapi malam harus berlarut, kututup catatan yang kurangkai menjadi cerita hati hati kecil disuatu sudut kota Bandung.
“ suatu hari akan kubawa dirimu untuk mengenal
Apa yang baru kukenal , dimana perkenalan itu
Melihat tempat-tempat terkenal dan tempat yang belum dikenal,
Mengenal untuk kenal , berkenalan untuk sayang “
Catatan buat Arya, Regi, Dino, Ragil, Fikri, Intan , Melinda, Miranda , Chintya, dan Khadijah